Kamis, 24 April 2008

laporan nutrisi ikan


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan tepung ikan di Indonesia mengalami peningkatan sejalan dengan pengembangan usaha peternakan unggas dan budidaya hasil perikanan sesuai dengan informasi DirektoratJenderal Peternakan, kebutuhan tepung ikan untuk pakan unggas sebesar + 225.000 ton yang merupakan salah satu komponen pakan unggas yang diproduksi pada tahun tersebut sebesar + 4,5 juta ton (pakan unggas mengandung tepung ikan sebesar 5%).

Berdasarkan estimasi yang sering digunakan oleh para pengamat, kebutuhan tepung ikan untuk pakan ikan/udang sebesar 25% dari kebutuhan tepung ikan untuk pakan unggas. Dari estimasi tersebut maka kebutuhan tepung ikan per tahun untuk pakan udang/ikan diperkirakan 8.000 ton dan total kebutuhan tepung ikan di Indonesia sebesar + 283.000 ton per tahun. Dari kebutuhan tepung ikan yang sangat besar tersebut ternyata 5-10% baru dapat disuplai dari hasil produksi di Indonesia dan sisanya masih diimpor dari Amerika Latin, Eropa dan negara Asia termasuk Thailand.

Oleh karena itu perlu dipikirkan pengambangan pengolahan tepung ikan dan produk alternatifnya di Indonesia agar dapat membantu kesulitan peternak/petani ikan. Hal ini sangat dimungkinkan karena harga tepung ikan impor cukup mahal dan produk dalam negeri menjadi komperatif dan memungkinkan untuk menggunakan bahan baku “By catch”. Salah satu produk alternatif yang dapat dikembangkan adalah “ silase ikan” atau “tepung silase ikan” (TSI) yang dapat menggunakan bahan baku segala jenis ikan dan sisa pengolahan ikan serta teknologinya sangat sederhana.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teknologi silase dan tepung silase ikan (TSI)

Silase ikan adalah bentuk hidrolisa protein beserta komponen lain dari ikan dalam suasana asam sehingga bakteri pembusuk tidak dapat hidup kaarena pH berkisar 4. Oleh karena itu silase ikan merupakan produk bioteknologi berupa lumatan ikan seperti bubur dengan suasana asam dengan rantai asam amino sebagai penyusun protein menjadi lebih pendek dan bahkan sebagian menjadi asam amino. Dengan reaksi keasaman dari silase tersebut maka produk ini dapat disimpan dalam relatif lama karena baktaeri pembusuk tidak dapat tumbuh.

1) Bahan baku

Bahan baku silase berupa ikan utuh, potongan kepala, sisa fillet maupun isi perut ikan baik yang segar maupun yang kurang segar. Untuk bahan baku yang kurang segar akan segera dihentikan reaksi pembusukan begitu proses pembuatan silase dimulai karena menurunnya pH sampai + 4 akan membunuh baktaeri pembusuk yang hanya dapat bertahan minimal pH+ 5,5. Dalam suasana asam, hanya mikroorganisme yang tahan asam tertentu yang dapat hidup (tumbuh) misalnya Bacillus tertentu yang bukan bersifat pembusuk tetapi dapat menghidrolisa protein dan lemak yang dikenal dengan fermentasi. Perbedaan bahan baku akan mempengaruhi kandungan protein silase.

a. Prosesing

Untuk membuat silase tentunya diperlukan bahan yang dapat mengubah reaksi netral dan sedikit basa pada bahan baku menjadi asam atau menurunkan pH dan sebelum dimanfaatkan untuk bahan pakan dinetralkan agar reaksinya tidak asam. Dalam prosesing silase dikenal dua cara yaitu secara biologis muarni dan secara kimia.

Ø Biologis

Prosesing silase secara biologis murni berarti tidak menggunakan bahan kimia dan disebut maetode fermentasi. Proses ini biasanya ditambahkan mikrorganisme tertentu, biasanya Bacillus tertentu dengan jumlah yang cukup dan di inkubasi pada suhu optimum bakteri tersebut (berkisar 30 oC) pada suhu kamar (tropis) dan kondisi anaerob. Waktu fermentasi biasanya akan berlangsung relatif lama lebih dari 10 hari, ditandai dengan hancurnya daging dan rapuhnya tulang sehingga bentuk akhir menjadi seperti bubur dan tidak berbau busuk.

Kendatipun tidak ditambahkan air tetapi silase akan berbentuk bubur karena bahan bakunya sendiri sudah mengandung air antara 70 –80 % dan tidak berbau karena tidak ada proses pembusukan dan yang terjadi adalah proses fermentasi.

Ø Kimiawi

Prosesing silase secara kimiawi adalah proses pembuatan silase dengan menambahkan bahan kimia yang bersifat asam ke dalam bahan baku. Bahan kimia tersebut dapat berfungsi ganda yaitu menumbuhkan bakteri pembusuk dan mulai berfungsi sebagai pemecah rantai asam amino pada protein yang disebut hidrolisa. Dalam suasana asam maka bakteri tahan asam misalnya Bacillus yang secara alamiah taerdapat di lingkungan kita akan tumbuh berkembang dan menyebabkan fermentasi. Oleh sebab itu fungsi bahan kimia taersebut juga dapat dikatakan sebagai starter. Hal ini akan mempercepat waktu proses paembuatan silase menjadi + 7 hari.

Asam yang digunakan dapat berupa asam anorganik , misalnya asam khlorida, asam nitrat dan bahkan asam sulfat atau asam organic misalnya asam formiat, asetat dan propionat. Umumnya penggunaan asam mineral tidak disukai karena asam tersebut relatif kurang dapat diterima oleh makhluk hidup yang mengkonsumsi silase khususnya bila berlebihan

Teknologi prosesing silase dengan asam formiat sangat sederhana yaitu dengan memasukkan ikan ke dalam wadah (bak) dan bila ikan/sisa ikan terlalu besar perlu dilakukan pencincangan terlebih dahulu penambahan asam formiat saebanyak 3 % dari berat ikan dan dituang sambil diaduk agar merata. Campuran ikan dan asam formiat ditutup dan didiamkan selama 7 hari dengan dilakukan pengadukan 1-2 x sehari. Setelah 7 hari maka akan menjadi bubur ikan yang disebut silase.

b. Netralisasi

Sebelum digunakan dapat dilakukan netralisasi terlebih dahulu agar reaksi asam yang ada tidak merusak saluran pencernaan. Netralisasi dapat dilakukan dengan menambahkan larutan Na 2 CO3 (soda api) atau yang lain yang sesuai dengan pH berkisar 5-6. Apabila silase sudah netral maka akan menjadi busuk bila disimpan dalam kondisi basah karena bakteri pembusuk akan hidup dan tumbuh. Oleh karenanya harus segera digunakan atau dikeringkan menjadi Tepung Silase Ikan (TSI). Apabila silase dibuat dari bagian ikan yang keras (kepala/tulang dll) yang berukuran besar dan tidak rapuh maka disarankan sebelum dikeringkan dipisahkan terlebih dahulu dengan menggunakan serok. Tulang-tulang tersebut dapat dikeringkan secara terpisah.

B. Tepung Silase Ikan (TSI)

Untuk mempermudah penyimpanan, penggudangan dan distribusi serta proses pembuatan pakan maka silase dapat diproses menjadi tepung silase ikan (TSI). Dalam pembuatan tepung, silase yang sudah jadi dinetralkan dengan soda api sampai pH 5-6 dan ditambahkan bahan pembantu yaitu bekatul atau bahan lain yang cocok kemudian dikeringkan. Penambahan bekatul dimaksudkan agar mempermudah pengeringan karena akan memperluas permukaan disamping mengurangi kadar air. Penambahan bekatul dapat dilakukan dengan proporsi berat yang sama dengan berat ikan (bahan baku) atau sesuai yang dikehendaki.

C. Aplikasi Tepung Silase Ikan (TSI ).

TSI adalah salah satu output perekayasaan secara sederhana yang bertujuan untuk memanfaatkan limbah yang terdapat ditempat pendaratan ikan (TPI) agar TPI dapat lebih bersih dan tidak berbau busuk. Hal ini sebagai salah satu persyaratan TPI guna ikut memberikan jaminan mutu sejalan dengan penerapan Program manajemen Mutu Terpadu yang mengacu pada HACCP. Disamping adanya harapan agar TPI lebih bersih, sisa-sisa ikan tersebut juga dapat bermanfaat sebagai bahan baku pakan ternak misalnya babi, dll. Tetapi karena dibeberapa wilayah juga berkembang peternakan unggas, maka pemanfaatan silase tersebut diteruskan menjadi tepung silase ikan (TSI).

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan protein ikan saaat ini maka penggunaan TSI menjadi salah satu alternatif yang tentunya sangat dipengaruhi oleh tersedianya bahan baku, kelayakan teknologi, tinjauan usaha serta manajemen pengelolaan. Disamping itu juga dipikirkan dampak manfaatnya.

a). Ketersediaan bahan baku.

Mengingat bahan baku TSI terdiri dari berbagai jenis, bagian, mutu ikan maka dalam penerapannya selalu berorientasi pada pemanfaatan limbah dan hasil tangkapan yang sudah menurun mutunya. Apabila kita gunakan contoh di pantai utara jawa dimana + 20 % total hasil tangkapan nasional didaratkan ( Anon 1995b dalam Sunarya, 1996), maka pada tahun 1995 telah didaratkan di TPI sepanjang pantai utara jawa sebesar 554.047 ton. Dari hasil tangkapan tersebut yang mempunyai mutu baik (konsumsi segar) adalah + 20 % dan mutu sedang (untuk pindang) 40 – 60 % dan sisanya 5 % dari total tangkapan, termasuk yang saat ini menjadi sisa-sisa pengolahan dan lain-lain dimanfaatkan sebagai bahan baku TSI maka bila produksi hasil perikanan sama dengan tahun 1995 diperoleh bahan baku TSI sebesar 27.702 ton dan akan menghasilkan 41,553 ton TSI. Perlu dicatat bahwa kepala dan isi perut ikan rata-rata sebesar 15 % dari ikan utuh. Oleh sebab itu perhitungan 5% seperti diatas dimungkinkan dan termasuk perhitungan yang relatif rendah berarti cukup sangat optimis ditinjau dari penyediaan bahan baku. Hal tersebut belum termasuk tempat-tempat pendaratan ikan lain seperti diluar jawa khususnya Sumatera.

b). Kelayakan teknologi.

Dengan teknologi yang sangat sederhana maka proses pembuatan TSI hanya memerlukan 7 bak perendaman (sehingga tiap hari produksi ) yang dapat berupa bak terbuat dari semen atau plastik dan alat penepung serta tempat penjemuran. Apabila pengeringan menggunakan sinar matahari maka proses pembuatan TSI akan hemar energi, hemat tenaga kerja dan tidak memerlukan tenaga kerja dengan keahlian tinggi sehingga teknologinya sangat layak dilakukan ditempat-tempat pendaratan ikan. Apabila skala produksi cukup besar dapat digunakan pengering mekanis dengan sumber energi kayu bakar, minyak tanah atau briket batubara. Untuk produksi 1 ton/hari secara rutin diperlukan lebih kurang dua tenaga kerja.

Karena teknologinya sangat sederhana maka dapat dilakukan oleh siapa saja, dimana saja baik dengan skala kecil, home industri, medium maupun besar. Dalam proses tersebut juga sangat sedikit menggunakan komponen impor yaitu hanya alat penepung sedangkan bahan kimia asam formiat ataupun soda api sudah diproduksi di Indonesia.

BAB III

METODELOGI

A. Waktu dan Tempat

Hari : Rabu

Tanggal : 2 April 2008

Waktu : 13.00 wib – 15.00 wib

Tempat : Laboratorium Budi Daya Perairan

Departemen Perikanan dan Kelautan

B. Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan praktikum yaitu sebagai berikut :

v Ember

v Toples besar

v Pisau

v Sendok besar

v Ban karet

v Plastik

v Nampan

v Timbangan

Adapun bahan-bahan yang dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan praktikum yaitu sebagai berikut :

v Ikan Nila

v Garam

v Kubis

v Asam Formiat Acid

v Tepung Tapioka

C. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja dalam pelaksanaan kegiatan praktikum pembuatan silase ikan secara kimiawi ini yaitu sebagai berikut :

Ø Pertama-tama siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan praktikum terlebih dahulu

Ø Cincang ikan hingga menjadi potongan-potongan kecil atau hingga menjadi halus

Ø Setelah ikan dicincang, timbanglah daging ikan cincang tersebut sebanyak 500 gram

Ø Kemudian campur adonan daging ikan cincang tersebut dengan 15 ml larutan Asam Formiat Acid

Ø Lalu aduk adonan hingga rata

Ø Setelah diaduk rata,kenudian tutup adonan dengan menggunakan plastik lalu ikat hingga tidak ada udara yang masuk

Ø Aduk adonan tersebut hingga rata dengan perlakuan 3-4 kali sehari selama 4-5 hari

Ø Biarkan selama 4-5 hari

Ø Simpan ditempat tertutup

Adapun prosedur kerja dalam pelaksanaan kegiatan praktikum pembuatan silase ikan secara biologi ini yaitu sebagai berikut :

1. Pembuatan larutan sumber bakteri asam asetat :

Ø Pertama-tama siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan praktikum ini

Ø Cincang kubis hingga menjadi potongan kecil-kecil

Ø Kemudian cuci kubis hingga bersih

Ø Timbang garam sebanyak 100 gram

Ø Larutkan garam tersebut dengan air sebanyak 4 liter

Ø Setelah larutan garam siap,kemudian masukkan cincangan kubis kedalamnya

Ø Tutup adonan kubis + larutan garam tersebut dengan menggunakan plastik hingga tidak ada udara yang masuk

Ø Aduk adonan tersebut hingga merata dengan perlakuan 3-4 kali selama 4-5 hari

Ø Simpan adonan ditempat tertutup

Ø Biarkan adonan selama 4-5 hari ,kemudian saring

2. Ikan dicincang halus lalu dimasukkan kedalam wadah.

3. Tambahkan tepung tapioca dengan jumlah 20% dari berat ikan

4. Masukkan laarutan sumber bakteri asam laktat (kadar 12,5%) kemudian dicampur secara merat

5. Fermentasikan selama waktu 1 minggu

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

TABEL 1.Pengamatan silase ikan secara kimiawi

Hari

Pengamatan

1

Aroma : Aroma asam formiat sangat menyengat

Bentuk : Daging ikan cincang masih menggumpal bekum ada perubahan

Warna : Warna dari silase ikan berwarna abu-abu

2

Aroma : Aroma asam formiat dan aroma daging ikan masih menyengat namun tidak setajam hari pertama

Bentuk : Daging sudah mulai hancur karena pencampuran asam formiat tersebut

Warna : Warna dari silase ikan adalah berwarna abu-abu

3

Aroma : Sudah tidak terlalu menyengat

Bentuk : Silase ikan sudah mulai menjadi pasta

Warna : Warna silase sudah mulai berubah menjadi kecoklatan

4

Aroma : Tidak menyengat sama sekali hanya bearoma daging ikan

Bentuk : Sudah menjadi cair bahkan diatas silase ikan sudah terlihat cairan minyak

Warna : Warna silase ikan sudah kecoklatan

TABEL 2. Pengamatan silase ikan secara biologis

Hari

Pengamatan

1

Aroma : Aroma asam formiat masih sangat menyengat

Bentuk : Kol/kubis masih seperti biasa

Warna air : masih bening

2

Aroma : Bau asam formiat masih menyengat

Bentuk : Kol/kubis sudah mulai melayu

Warna air : Sudah mulai menjadi keruh

3

Aroma : Semakin menyengat

Bentuk : Kol/kubis sudah mulai berlendir

Warna air : Semakin keruh

4

Aroma : Bertambah menyengat

Bentuk : Kol sudah mulai hancur

Warna air : Bertambah keruh

5

Aroma : Aroma asam formiat sangat menyengat

Bentuk : Kol/kubis lebih hancur

Warna : Semakin keruh

TABEL 3. Pengamatan silase ikan patin (Pangasius pangasius)

Hari

Pengamatan

1

Aroma : Sangat menyengat

Bentuk : Silase ikan sangat lengket sehingga sangat sukar untuk melakukan proses pengadukan

Warna : Warna silase coklat kemerahan

2

Aroma : Aroma silase masih sangat menyengat

Bentuk : Silase lengket dan terdapat belatung

Warna : Coklat

3

Aroma : Bertambah menyengat

Bentuk : Semakin lengket dan jumlah belatung semakin banyak

Warna : Coklat

B. Pembahasan

Dalam pembuatan silase ini kelompok kami hanhya melakukan pembuatan silase secara kimiawi saja, dari hasil yang kami dapat ternyata asam formiat yang kami lakukan mampu membuat ikan yang dicincang menjadi bentuk pasta dalam waktu 5 hari.

Pada saat hari pertama pencampuran warna cincangan ikan yang diberi asam formiat ternyata berubah warna menjadi keabu -abuan, dan setelah mengalami inkubasi dan pengadukan sebanyak 3 kali sehari ternyata terjadi perubahan bentuk cincangan ikan tersebut menjadi hancur dan berair, setelah beberapa hari kemudian cincangan itu bewarna menjadi kecoklatan dan bentuknyapun berubah menjadi pasta dan bau asam formiat sudah tidak tercium lagi.

Menurut hasil praktiukum secara biologi ternyata silase terdapat belatung, belatung – belatung ini berasal dari usus patin yang memang sudah terdapat bibit – bibit belatung, dan selain itu mungkin dikarenakan adanya kontaminasi dari udara luar.

Maka dari itu dalam pembuatan silase maka kita lakukan penutupan dengan plastik hitam secara rapat agar tidak terjadinya kontaminasi dengan udara luar.

Perbedaan dari pembuatan silase secara biologi dan kimia hanya terletak dari bahan untuk penghancurannya saja, untuk pembuatan secara kimia larutan yang diperlukan adalah asam formiat dan untuk biologi adalah larutan hasil dari fermentasi kol dan garam yang dilarutkan dalam air dan kemudian di busukkan pada udara tertutup. Dan larutan itu menghasilkan asama laktat.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ø Silase merupakan olahan yang bertujuan untuk menggantikan tepung ikan pada saat pembuatan pakan ikan.

Ø Pembuatan silase terbagi menjadi dua cara, yaitu secara biologi dan kimiawi.

Ø Plastik berperan penting dalam pembuatan silase agar tidak terjadinya kontaminasi dari udara luar agar silase tidak mengalami pembusukan.

B. Saran - saran

Ø Sebaiknya dalam pembuatan silase harus dilakukan pengadukan 3 kali dalam sehari

Ø Alat yang digunakan sesudah praktikum sebaiknya dibersihkan dan diletakkan kembali pada tempatnya.

Ø Jangan lupa dalam penutupan harus serapat mungkin agar tidak terjadinya kontaminasi dalam pembuatan silase.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pakan merupakan istilah yang diberikan dalam penyebutan makan bagi hewan, khususnya bagi ikan. Pakan ikan itu sendiri terbagi menjadi dua yakni, pakan alami ( pakan yang berasal dari alam ) dan pakan buatan ( pakan olahan manusia ).

Disini kita akan membahas tentang pakan buatan secara spesifik, dalam budidaya ikan, tidak ada yang lebih penting selain pengadaan pakan buatan yang baik dan memaksimalkan tingkat konsumsi pakan. Apabila tidak ada pakan yang dikonsumsi, ikan tidak akan mengalami pertumbuhan, bahkan akan mengalami kematian. Apabila pakan yang dikonsumsi kurang memadai, ikan tidak mampu mempertahankan kesehatannya.

Pakan buatan itu sendiri adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan pembuatnya. Dalam pembuatan pakan sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrient ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomis. Dengan pertimbangan yang baik, dapat dihasilkan pakan buatan yang disukai ikan, tidak mudah hancur didalam air, dan aman bagi ikan.

Disadari atau tidak, penggunaan pakan buatan ( sebagai pakan utama ) dalam usaha budidaya merupakan bentuk pemaksaan agar ikan menerima pakan yang diberikan. Ikan tidak mempunyai kesempatan untuk memilih pakan karena hanya tersedia satu jenis pakan. Pada kenyataan, memang belum ada pakan buatan yang diproduksi oleh pabrik besar khusus untuk kebutuhan ikan herbivore, carnivore, dan omnivore.semua jenis ikan dipaksa untuk menjadi omnivore. Perbaikan – perbaiakan yang selama ini dilakukan terhadap pakan buatan berupa pemanfaatan sumber bahan baku baru atau limbah tertentu.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan dan pemberian pakan ikan terhadap ikan peliharaan, yaitu :

1. banyaknya kandungan energi dari pakan buatan tersebut yang dapat dimanfaatkan oleh ikan.

2. pakan buatan yang tidak dikonsumsi dapat menganggu kualitas perairan

3. kualitas dan cara pemberian pakan dapat mempengaruhi jumlah pakan buatan yang dikonsumsi ikan.

Dalam pembuatan pakan pada prinsipnya adalah pemanfaatan sumber daya alam yang tidak layak dikonsumsi secara langsung oleh manusia atau pemanfaatan surplus yang memiliki nilai nutrisi dan nilai ekonomi lebih kecil daripada bahan pangan hewani yang akan dihasilkan. Penggunaan bahan baku yang bernilai ekonomi tinggi akan menyebabkan harga pakan tinggi.

Pakan buatan dapat diramu dari beberapa macam bahan baku diolah dalam beberapa bentuk sesuai dengan kebutuhan. Bahan pakan yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan sumber daya alam yang terdapat disekitar fasilitas budidaya sehingga biaya produksi dapat ditekankan serendah mungkin. Dengan demikian, komposisi bahan baku pakan buatan dapat berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan pakan buatan adalah sebagai berikut :

1. produksi ikandikolam dapat ditingkatkan melalui padat penebaran tinggi dan waktu pemeliharaan yang relatif singkat.

2. bahan baku pakan dapat berupa limbah industri pertanian, perikanan, peternakan, dan makanan yang bernilai ekonomi rendah tetapi masih mengandung nilai gizi yang cukup tinggi.

3. pakan buatan dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama tanpa terjadi perubahan kualitas yang drastis.

4. pemberian paqkan buatan dapat mengubah warna dan rasa daging ikan sesuai selera konsumen.

B . Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum yang dilakukan ini adalah :

Ø mahasiswa mampu dalam membuat pakan dan menyusun formulasi pakan

Ø mengenal mahasiswa dengan alat – alat yang digunakan untuk dalam pembuatan pakan dan mampu untuk pengoperasiannya.

Ø Mahasiswa mampu untuk menerapkannya secara langsung maupun memberikan informasi secara terkontrol dan baik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam budidaya ikan secara intensif, pakan buatan sengaja disediakan untuk memenuhi kebutuhan ikan. Berdasarkan tingkat kebutuhannya, pakan buatan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Pakan tambahan : pakan yang sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan pakan, dalam hal ini kebutuhan pakan yang ada belum memadai untuk pertimbuhan ikan dengan baik sehingga perlu diberikan pakan tambahan.

2. Pakan suplemen : pakan yang sengaja dibuat untuk menambah komponen ( nutrisi ) tertentu yang tidak mampu disediakan oleh pakan alami.

3. Pakan utama : pakan yang sengaja dibuat untuk untuk menggantikan sebagian besar atau keseluruhan pakan alami. Fungsi pakan buatan sebagai pakan utama umumnya dijumpai dalam usaha budidaya ikan secara intensif.

Pakan buatan pun digolongkan menjadi dua golongan, yaitu pakan lengkap ( complete feed ) dan pakan suplemen ( suplemental feed ). Pakan lengkap adalah pakan yang diformulasikan sedemikian rupa sehingga memiliki semua vitamin esensial dalam jumlah yang dibutuhakan oleh ikan. Pakan ini lebih ditujukan untuk memberikan pertumbuhan normal bagi ikan yang tidak mendapatkan suplai vitamin dari pakan alami atau ikan yang dibudidayakan secara intensif. Pakan suplemen adalah pakan yang diformulasi sedemikian rupa hingga mengandung protein dan energi memadai, tetapi mungkin kekurangan mikronutrien tertentu.pakan ini mengandung beberapa vitamin dan mineral tertentu untuk melengkapi nutrien yang diperoleh ikan dari pakan alami. Pakan suplemen biasanya digunakan pada pemeliharaan ikan yang masih mengandalkan pakan alami, seperti alga, zooplankton, serangga, dan lain – lain.

A. Bentuk Pakan Alami

Pakan ikan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu senyawa pakan, silase ikan, ikan rucah, dan pakan hidup untuk pakan larva ikan. Pada dasarnya pakan buatan sering kita jumpai termasuk dalam kelompok senyawa pakan dan silase ikan. Dua jenis senyawa pakan yang biasa dibuat oleh pabrik pakan adalah pakan yang berbentuk tepung, pasta dan cake, serta pakan yang berbentuk pelet.

  1. Bentuk tepung, cake, pasta.

Pakan jenis ni biasanya diberikan kepada ikan yang memakan plankton/alga, larva dan fingerling pakan dalam bentuk tepung kering, suspensi koloid, atau cake lunak yang langsung diamakan oleh ikan dan disaring dari air. Kelemahannya dari pakan ini ialah sering mengendap pada dasar perairan apabila tidak dimakan oleh ikan

  1. Bentuk pelet

Sebagian besar pakan buatan dibuat dalam bentuk pelet, tujuan agar mudah dalam pengepakan, penyimpanan, transportasi, dan penyaluran dalam mesin pakan. Pakan dalam bentuk pelet ini dibedakan menjadi 5 jenis yaitu serpihan ( flake ), remah ( crumble ), pelet, pelet porous, dan pelet panjang ( spaghetti pellets ).

Beberapa penulis membagi pakan buatan menjadi 2 golongan besar, yaitu :

Ø Pelet keras : proses pembuatan menggunakan mixer berkecepatan tinggi, penambahan air dalam bentuk uap 4 – 5% agar mudah dalam penekanan dan ekstruksi. Pemanasan pada suhu 90oC. Kemudian dipindahkan pada alat pengering untuk menurunkan kadar air hingga mencapai 13 %. Pelet keras ini mudah dicetak sesuai dengan kebutuhan. Kelemahan dari pelet keras ini dapat merusak lambung ikan karena bebrapa ikan tidak mampu untuk mencerna pelet keras secara berlebihan.

Ø Pelet lunak : pelet lunak ini merupakan pakan yang mempunyai kadar air yang tinggi 18 – 20 %. Sehingga harus segera digunakan setelah produksi. Jika disimpan harus pada suhu rendah atau ditambah fungisida pada saat pembuatan hal ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan jamur.

Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pakan buatan agar dapat memberikan hasil yang memuaskan :

1. Ukuran mulut ikan : ukuran mulut ikan berpengaruh terhadap bentuk dan ukuran pakan buatan. Dengan bertambahnya umur maka bukaan mulut ikan akan berubah dan pakan yang diberikan pun harus disesuaikan.

2. Kebiasaan makan : ikan yang kebiasaan mencari makan dipermukaan lebih cocok diberi pakan yang bersifat mengapung relatif lebih lama dipermukaan. Sebaliknya ikan yang mencari makan didasar perairan makan pakan yang diberikan cepar tenggelam didasar perairan akan tetapi tidak mudah hancur didalam air.

3. Nilai ekonomi. Ikan yang bernilai ekonomi tinggi makan pakan yang diberikan relatif lebih mahal, begitu juga dengan ikan yang relatif lebih rendah nilai ekonominya makan pakan yang diberikan juga relatif lebih murah.

B. Pemilihan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan sangat menentukan kualitas pakan buatan yang dihasilkan, ada lima persyaratan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan baku ialah :

  1. Nilai Gizi

Pengetahuan nilai gizi sangat penting untuk menetukan komposisi bahan tersebut dalam pembuatan pakan. Kandungan gizi pakan buatan disesuaikan menurut kebutuhan. Pengetahuan kandungan gizi bahan baku pakan berguna untuk menutupi kekurangan yang dimiliki oleh bahan baku lainnya.

Nilai gizi ini dapat diketahui melalui analisis proksimat dilaboratorium atau cara praktis dengan melihat daftar komposisi bahan pakan. Walaupun angka yang teradapt didaftar bahan baku tidak selalu tepat namun cukup memadai untuk pedoman dalam penyusunan formulasi pakan.

  1. Mudah Dicerna

Bahan baku pakan buatan hendaknya mudah dicerna oleh ikan agar nilai efesiensi pakannya cukup tinggi. Tingkat kecernaan bahan baku yang digunakan dapat dilihat dalam daftar yang memuat nilai ubah bahan pakan. Semakin tinggi nilai ubahnya, berarti bahan baku pakan tersebut semakin sulit dicerna.

  1. Tidak Mengandung Racun

Racun adalah zat yang dapat menyebabkan sakit atau kematian apabila masuk kedalam tubuh ikan. Akibat timbulnya racun pada bahan baku sangat bervariasi, penyimpanan yang terlalu lama menyebabkan bahan baku pakan buatan mengalami kerusakan secara fisika, kimia atau meningkatnya kandungan racun, yang disebabkan adanya aktifitas mikroba, serangga, atau proses oksidasi.

Selain itu adanya kandungan racun dari bahan baku itu sendiri, misalnya biji kapas dan kapuk mengandung racun gosipol, kcang tanah mengandung racun yang menghambat aktivitas enzim tripsin.

  1. Mudah Diperoleh

Pengeluaran terbesar dalam budidaya ikan secara intennsif adalah biaya pengadaan pakan. Apabila bahan baku pembuatan pakan sulit diperoleh, biaya pengadaan pakan juga akan meningkat. Bahan baku pakan yang mudah diperoleh dengan harga murah adalah, limbah pasar, limbah rumah makan, limbah industri makanan, dan limbah pertanian.

  1. Bukan Merupakan Kebutuhan Pokok Manusia

Bahan baku yang dibuat untuk pakan ikan sebaiknya bukan kebutuhan pokok manusia, hal ini untuk menghindari terjadinya persaingan. Bahan baku yang masih dapat dimanfaatkan oleh manusia harganya relatif tinggi sehingga kurang efisien apabila digunakan sebagai bahan baku pakan ikan.

Adapun jenis – jenis bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pakan ikan :

  1. Jagung

Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda.

b. Kedelai

kacang kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan Timur Jauh seperti kecap, tahu dan tempe. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Tiongkok dan Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara.

`Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910.

Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhn kedelai. Ini terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan Tiongkok. Pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia.

Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.

Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin.

C. Cara Pembuatan Pakan

Secara garis besar, proses pembuatan pakan ikan meliputi tahapan kegiatan pengecilan ukuran, premixing, pencampuran, pencetakan, penjemuran, pengemasan, dan penyimpanan. Proses – proses tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai nutrisional, memperbaiki nilai organoleptik, menekan biaya produksi, memudahkan konsumen, dan memperpanjang umur simpan.

1. Komposisi Pakan

Berdasarkan aspek nutrisi dan kimiawi, pakan ikan harus mempunyai kandungan nutrien yang lengkap, seimbang komposisinya, dan sesuai dengan kebutuhan ikan yang dibudidayakan. Selain itu, ukuran, bentuk, warna, aroma, tekstur, daya apung, dan daya tahan pakan buatan didalam air perlu disesusikan dengan kebutuhan ikan agar mendapat respon yang baik.

Penyusunan komposisi pakan juga harus disesuaikan dengan tujuan penggunaanya. Selain sebagi sumber energi, pakan dapat digunakan untuk memperbaiki warna tubuh, tekstur, atau aroma daging, untuk tujuan pengobatan, mempercepat reproduksi ikan, dan lain – lain.

Banyak cara yang dapat dilakukan luntuk menentukan komposisi pakan buatan, namun cara yang paling mudah adalah dengan metode kuadrat. Metode ini didasarkan pada pembagian bahan –bahan pakan ikan menurut kandungan proteinnya. Berdasarkan kandungan proteinnya, bahan baku pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu protein basal dan protein suplemen. Protein basal yaitu bahan baku paklan yang mempunyai kandungan protein kurang dari 20%. Bahan baku ini juga sering disebut suplemen energi. Protein suplemen yaitu bahan baku pakan yang mempunyai kandungan protein lebih besar dari 20%.

2. Pembuatan Pakan

a. Penghalusan

Bahan baku yang dibeli di pasar biasanya masih agak kasar sehingga perlu dihaluskan dan di ayak terlebih dahulu. Tujuan utama pengahalusan bahan baku pakan adalah untuk memperoleh ukuran yang relatif halus dan seragam. Bahan baku yang halus, selain mudah dicerna juga menghasilkan pakan yang relatif lebih kompak. Sebaliknya, bahan baku yang kasar relatif sulit dicerna dan dapat menyebabkan kematian ikan karena sering menyumbat kerongkongan hatau saluran pencernaan.

Selain itu juga, dengan pengecilan ukuran maka luas permukaan pakan jadi bertambah besar sehingga kontak dengan enzim pencernaan dan daerah penyerapan (dinding usus ) akan bertambah besar pula,. Dengan demikian, energi pakan yang dapat diserap oleh tubuh ikan juga semakin meningkat. Akan tetapi, perlu diperhatikan agar bahan baku pakan tidak terlalu halus. Jika terlalu halus, pakan akan membentuk koloid di dalam air sehingga hanya sedikit nutrien yang di manfaatkan pleh ikan.

Keuntungan lain dari proses penghalusan bahan baku pakan adalah panas yang ditimbulkan selama penghalusan dapat menginaktifkan beberapa senyawa toksik atau antinutrien. Pengurangan kadar air bahan baku selama proses penghalusan juga aka meningkatkan stabilitas bahan baku tersebut dalam mempermudah penyimpanan dan mempermudah penanganan selama proses pencampuran serta pencetakan.

Penghalusan bahan baku pakan akan menyebabkan bidang kontak bahan baku dan oksigen di udara bertambah luas sehingga meningkatkan laju oksidasi. Kondisi ini akan lebih buruk apabila dalam bahan pakan tersebut ditambahkan lo0gam-logam yang bersifat katalis, seperti Ze, Fe, dan Zn. Selain itu, gesekan dan panas yang ditimbulkan oleh mesin penghalus dapat merusak nutrien thermolabile (vitamin A, vitamin C, PUFA, dan beberapa asam amino). Untuk mencegah penurunan kualitas bahan akibat reaksi oksidasi, dapat ditambahkan antioksidan.

b. Pencampuran Bahan Baku

Pencampuran bahan baku dimaksudkan agar seluruh bagian bahan yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama seperti komposisi yang telah direncanakan. Baha baku yng jumlah dan sifatnya bevariasi sering kali menimbulkan masalah dalam proses pencampuran. Semakin kecil dan seragam ukuran bahan baku pakan,semakin tinggi kemungkinan terbentuknya campuran yang homogen. Komponen esensisl (misalnya vitamin, mineral, dan obat) mempunyai diameter sangat halus (mm) sehingga dapat dapat tercampur secara homogen dengan bahan baku lainnya.

Bahan baku yang relatif halus lebih memungkinkan terbentuknya campuran yang homogen. Bahan baku yang bersifat halus relatif tidak stabil dan memiliki muatan elektrostatik. Muatan yang dimilikinya menyebabkan partikel-partikel halus halus lainnya akan melekat sehingga terkonstentrasi di sekitar partikel bermuatan tersebut.

Pencampuran bahan dilakukan secara bertahap, mulai dari bahan yang volumenya kecil hingga yang besar. Komponen yang berwarna sebaiknya dicmpur tarlebih dahulu karena dapat digunakan sebagai indikator homogenitas. Bahan baku yang berbentuk cairan dan banyak mengandung lemak sebaiknya dicampurkan setelah bahan baku yang berbentuk kering sudah tercampur rata. Partikel bahan yang berbentuk cairan dan bahan yang banyak mengandung lemak mempunyai kecenderungan menarik partikel lain untuk membentuk partikel baru yang berukuran relatif lebih besar. Apabila kedua bahan baku tersebut dicampurkan terlebih dahulu, campuran yang dihasilkan tidak akan homogen.

Proses pencampuran bahan baku pakan dapat dilakukan dengan tangan. Akan tetapi, untuk mendapatkan hasil yang lebuh rata sebaiknya digunakan mesin pencampur (mixer), baik berupa mixer vertikal maupun mixer horisontal.

c. Pencetakan

Pencetakan bahan dilakukan untuk menghasilkan bentuk dan ukuran pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Bentuk dan ukuran pakan buatan bermacam –macam , diantaranya emulsi atau suspensi, pasta, lempengan (flake), remah (crumble), dan pelet.

Mula-mula, kedalam campuran pakan ditambahkan air sebanyak 35-40% dari bobot total pakan yang akan akan dibuat pakan. Air yang digunakan harus mendidih agar diperoleh pakan dengan daya rekat yang lebih baik. Campuran diaduk hingga menjadi adonan yang benar – benar rata.

Pembuatan adonan pakan ini juga dapat dilakukan dengan memasak atau mengukus (memberi uap panas) bahan baku tersebut sehingga terjadi proses gelatinisasi. Cara lain adalah melakukan proses gelatinisasi terhadap sumber karbohidrat (binder) yang digunakan terlebih dahulu, baru kemudian dicampurkan dengan bahan baku lainnya.

Selanjutnya, adonan dimasukkan kedalam alat pencetak pelet dengan diameter lubang yang telah disesuaikan denga ukuran pelet yang hendak dihasilkan. Pelet dapat dicetak dengan menggunakan alat penggiling daging (meat grinder). Akan tetapi, apabila jumlah pakan yang akan dibuat cukup banyak, sebaiknya menggunakan mesin khusus pencetak pelet yang digerakan oleh tenaga listrik. Peralatan pencetak pelet yang umum digunakan memiliki kemampuan untuk mencetak pelet dengan ukuran 0, 79 mm atau lebih besar sehingga kurang efektif untuk membuat pakan untuk ikan –ikan kecil.

Pigot (1980) menyarankan untuk menggunakan proses Dravo dalam pembutan pakan ikan berukuran kecil. Dalam proses Dravo, komponen pakan yang masih berbentuk serbuk halus homogen dimasukan kedalam tabung yang beputar pada sudut 45 derajat, sambil disemprot dengan kabut air. Kabut air yang disemprotkan kedalam tabung akan menarik serbuk halus tersebut dan membentuknya menjadi ukuran relatif kecil.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk membuat pakan bagi ikan kecil adalah dengan menghancurkan kembali pelet yang telah dijemur hingga kering, kemudian diayak hingga diperoleh ukuran granula ( crumble ). Cara ini lebih mudah dibandingkan dengan membuat pakan berukuran kecil secara langsung. Granula yang dihasilkan sebaiknya berbentku bulat. Bentuk bersudut – sudut ( multifaceted ) yang terlalu menjorok keluar dan tajam dapat menyebabkan partikel granula tersebut tersangkut di kerongkongan atau saluran pencernaan ikan.

Pakan buatan yang berukuran relatif kecil apabila ditebarkan kedalam kolam budi daya akan mengalami proses pencucian ( leaching ) yang relatif tinggi. Proses pencucian ini dapat dihambat dengan memberikan lapisan dari bahan gelatin atau dengan menyemprotkan lemak keseluruh permukaan pakan.

Selama proses pembuatan pakan akan terjadi peningkatan kadar air akibat penambahan air panas ( 35 – 40 % ) atau perebusan / pengukusan ( 4-6%). Namun, hal ini perlu dilakukan untuk membuat bahan baku menjadi lebih kompak karena proses adhesi dan mempermudah proses pencetakan pelet. Selama proses pencetakan pelet akan terjadi kompresi dan ekstrusi yang dapat menikkan suhu bahan baku pakan dari 80 – 90o C menjadi 92o C dengan kadar air 17 – 18 %. Proses ekstrusi menghasilkan tekanan dan suhu tinggi sehingga akan menghasilkan pelet yang mampu terapung ( Floating pellet ) di permukaan air.

Peningkatan suhu yang terjadi selama proses gelatinisasi dan pencetakan pelet dapat merusak komponen pakan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi ( thermolabile ) untuk mengatasi hal tersebut, bahan – bahan yang tidak tahan terhadap panas dapat ditambahkan secara berlebihan atau ditambhakan setelah proses pencetakan selesai.

d. Pengeringan

Pelet yang dihasilkan dari pencetakan segera dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran atau dengan menggunakan alat pengering khusus ( dryer ). Proses pengeringan pakan buatan dengan menggunakan pengering khusus lebih menguntungkan sebab tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca, lebih bersih, dan lebih cepat. Namun, produsen pakan buatan beskala kecil jarang menggunakan alat pengering khusus, alat pengering dapat berupa pengering horizontal dan dapat berupa pengering vertikal.

Proses pengeringan dilakukan hingga kadar air pakan mencapai 10 – 12%. Pakan dengan kadar air yang terlalu tinggi (Aw) kurang menguntungkan karena mudah ditumbuhi mikroba (jamur) dan disukai serangga. Sebaliknya, pakan dengan Aw rendah juga kurang menguntungkan karena akan terjadi peningkatan laju proses oksidasi dan pencokelatan. Pelet yang telah kering selanjutya diremas – remas hingga berukuran panjang hanya 0,5 cm. Pelet kering ini sudah dapat diberikan kepada ikan atau disimpan di gudang sebagai pakan cadangan.

3. Pengemasan Pakan Buatan

Pada prinsipnya, pengemasan pakan buatan dimaksudkan untuk melindungi pakan tersebut dari kerusakan fisika, kimia, klimatis serta serangan mikroba dan serangga selama pengangkutan atau penyimpanan. Untuk mencapai tujuan tersebut, sifat bahan pengemas sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Mampu melindungi pakan buatan dari sumber cahaya.

b. Mempunyai permaebilitas yang rendah terhadap gas dan uap air.

c. Tidak bereaksi dengan pakan dan tidak mencemari pakan.

d. Cukup kuat sehingga dapat melindungi pakan terhadap serangan mikroba, serangga, atau binatang pengerat.

D. Penyimpanan Pakan Buatan

Penyimpanan pakan buatan harus dilakukan sedemikian rupa agar pada saat digunakan kualitasnya tiadak banyak berubah. Ada dua faktor utama yang berpengaruh terhadap proses kerusakan pakan buatan selama penyimpanan yaitu faktor internal damn faktor eksternal. Faktor internal utama adalah Aw (aktivitas Air) dan proses oksidasi. Sementara faktor eksternal antara lain suhu, kelembapan relatif, cahaya, dan kandungan oksigen.

Jenis kerusakan/perubahan pakan buatan yang biasanya terjadi selama penyimpanan antara lain :

a. Kerusakan fisik karena pencucian, api, dan binatang pengerat.

b. Kerusakan klimatis.

c. Kerusakan oleh serangga.

d. Kerusakan oleh mikroba,

e. Dan akibat proses kimiawi.

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menghambat proses kerusakan pakan selama penyimpanan adalah menurunkan kadar air atau Aw pakan serendah mungkin. Selain itu, wadah penyimpanan harus memenuhi persyaratan fisik sehingga dapat mengendalikan suhu, kelembapan relatif, cahaya, dan kandungan oksigen dengan baik.

Kondisi lingkungan penyimpanan yang baik adalah ruangan yang kering dan dingin dengan sirkulasi udara yang baik, tanap cahaya yang berlebihan. Selain itu, suhu diseluruh ruang peyimpanan harus di usahakan relatif sama. Suhu yang relatif tingga, terutama dipojok – pojok ruangan, merupakan tempat yang cocok bagi pertumbuhan mikroba dan serangga. Aktivitas mikroba dan serangga. Aktivitas mikroba dan serangga dapat menimbulkan pemanasan setempat ( local healting ) sehingga memungkinkan terjadinya migrasi air.

E. Pengujian Pakan Buatan

Untuk mendapatkan hasil yang akurat, kualitas pakan buatan sebaiknya ditentukan dengan melakukan pengujian bedasarkan serangkaian evaluasi secara fisik, kimiawi, biologis, dan organoleptik. Gabungan dari keempat hasil pengujian tersebut dapat digunakan untuk menentukan pakan buatan yang berkualitas baik.

Ø Evaluasi Fisik.

Berdasarkan evaluasi fisik, pakan buatan dianggap berkualitas baik apabila mempunyai ukuran partikel bahan baku yang halus dan seragam serta homogenitas tinggi. Selain itu, ukuran pakan harus sesuai dengan ukuran ikan. Demikian juga, kekerasan dan ketahanan dalam air ( water stability ) sesuai bagi kebutuhan ikan.

Dalam evaluasi fisik ini hal yang selalu dilakukan adalah hal yang dilihat adalah daya apung dan tingkat kekerasannya. Daya apung ini tergantung dari jenis dan kebiasaan ikan untuk memakan makanannya, ikan yang mempunyai kebiasaan makan pada permukaan perairan pakan yang paling cocok adalah pakan yang terapung dipermukaan, sedangkan untuk ikan yang mencari makan didasar perairan paling tepat diberikan pakan yang mudah tenggelam namun tidak mudah hancur.

Daya apung pakan buatan dapat diukur dengan menjatuhkan atau menebarkan pakan tersebut kedalam benjana kaca yang telah diisi air hingga kedalam 15 – 25 cm. Waktu yang diperlukan oleh pakan sejak ditebarkan hingga tenggelam di dasar bejana merupakan gambaran mengenai daya apung akan buatan tersebut.

Kekerasan pakan buatan dapat di uji dengan memberikan beban dengasn bobot tertentu hingga pakan tersebut hancur. Smakin berat bobot beban yang dapat ditahan oleh pakan, berarti pakan buatan tersebut semakin keras. Pakan buatan dengan kekerasan lebih tinggi dibuat dari bahan baku yang relatif lebih halus.

Ø Evaluasi Kimia

Pada umumnya, tujuan pengujian pakan buatan secara kimiawi adalah untuk mengetahui kandungan zat – zat gizi yang terdapat didalam pakan. Pengujian pakan secara kimiawi ini umumnya dilakukan dilaboratorium kimia. Ada beberapa yang dilakukan dalam pengujian kimia ini adalah analisa proksimat, analisi nitrien, uji kimia untuk mengetahui kualitas pakan, skor kimia dan IAAI ).

Ø Evaluasi Biologis

Evaluasi pakan buatan secara biologis ditujukan untuk mengetahui sejauh mana kandungan gizi yang terdapat didalam pakan dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Evaluasi dapat dilakukan dengan melaksanakan pengamatan terhadap : (1) retensi nutrien, yaitu jumlah nutrien yang menjadi daging ; (2) susut nutrien, yaitu jumlah nutrien yang terbuang melalui urin, feses, dan insang ; dan (3) performance pakan, yaitu pengukuran pertumbuhan pada ikan yang akan digunakan sebagai informasi untuk mengevaluasi dan membandingkan performance pakan buatan. Evaluasi biologi juga dapat dilakukan terhadap tingkat kesukaan ikan terhadap ikan buatan, pertumbuhan, rasio konversi pakan, koefisiensi pencernaan, dan carcas deposition.

Ø Evaluasi Organoleptik

Dalam pengujian pakan secara evaluasi organoleptik, dapat kita tekankan adalah pengujian melalui warna, bau/aroma, rasa dan kenampakan. Pengujian dengan evaluasi organoleptik ini tergolong sangat murah, praktis dan cepat, karena kita hanya mengandalkan pancra indera kita untuk pengujiannya.

BAB III

METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Hari : Rabu

Tanggal : 9 dan 16 April 2007

Waktu : 13.00 wib - selesai

Tempat : Laboratorium Budidaya Perikanan

Departemen Perikanan dan Kelautan

B. Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini yaitu sebagai berikut :

v Nampan besar

v Ayakan

v Baskom

v Mesin Penggilingan

v Timbangan

v Gelas Ukur

v Sendok pengaduk

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini yaitu sebagai berikut :

v Tepung ikan premix

v Tepung jagung

v Tepung terigu

v Tepung kedelai

v Silase

v Dedak halus

v Air hangat

C. Langkah kerja

Adapun prosedur kerja dalam melakukan pembuatan pakan dan pengujian mutu dari pakan ini sendiri yaitu sebagai berikut :

1) Pertama-tama siapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan praktikum pembuatan pakan.

2) Ayak bahan baku untuk memisahkan bahan baku yang halus dan yang kasar sehingga diperoleh bahan baku yang lebih halus untuk digunakan.

3) Timbang bahan baku sesuai dengan dosis yang sudah kita tentukan

4) Campurkan adonan hingga menjadi adonan yang homogen.

5) Tambahkan air hangat sebagai penyatu adonan

6) Setelah adonan menyatu dan tidak mudah lepas kemudian timbang berat adonan untuk memperoleh hasil dari berat basah pakan

7) Cetak adonan tadi dengan menggunakan mesin pencetak pakan

8) Masukkan hasil cetakan tersebut kedalam nampan besar lalu jemur untuk mendapatkan hasil dari berat kering pakan yang kita buat

9) Selama proses pengeringan dibawah media sinar matahari,kita harus selalu memperhatikan proses penjemuran yaitu agar pakan kering secara merata hendaknya kita harus selalu mengaduk / membolak-balik pakan yang kita buat ini agar proses pengeringan terjadi secara menyeluruh

10) Setelah pakan kering,lalu kita timbang berat total pakan kering

11) Kemudian kita lakukan pengujian mutu terhadap kualitas pakan yang telah kita buat secara kimiawi ( pengukuran kadar air dengan menggunakan alat Moisture ), fisika, organoleptik, dan biologis.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

TABEL 1. Dosis bahan baku dengan menggunakan metode coba-coba

Jenis Bahan Baku

Jumlah Bahan Baku

Protein

Karbohidrat

Lemak

Tepung Kedelai

Tepung Ikan

Silase

Tepung Terigu

Dedak Halus

Tepung Jagung

Vitamin dan mineral

25

30

14

6

14

6

5

10,42

19,78

2,68

0,56

2,29

0,6

-

7,76

1,83

-

0,56

2,29

0,6

-

3,76

4,85

0,17

0,08

1,79

0,27

-

Total

100

36,34

13,04

10,92

1 Kg Pakan


363,4

130,4

109,2

1 gram potein = 5,6 kkal/gram = 363,4 x 5,6 kkal/gram = 2035,04

1 gram karbohidrat = 4,0 kkal/gram = 130,4 x 4,0 kkal/gram = 521,6

1 gram lemak = 5,4 kkal/gram = 109,2 x 9,4 kkal/gram = 1026,48 +

3582, 52

Total = 3582, 52 = 9,852

Protein 363,4

Persentase Bahan (Kg)

Tepung Kedelai

25 % x 1000 gram = 263, 15gram

95 %

Tepung Ikan (1Kg)

30 % x 1000 gram = 315,78 gram

95%

Silase ikan

14% x 1000 gram =147,36 gram

95%

Dedak halus

14% x 1000 gram = 147 gram

95 %

Tepung jagung

6 % x 1000 gram = 63,15 gram

95%

Tepung terigu

6 % x 1000 gram = 63,15 gram

95%

Berat basah = 1600 gram

Berat kering = 950 gram

Hasil uji fisik

Uji kadar air ( uji kimiawi )

Ø Berat sampel yang di uji 1,209 gram

Ø Kadar air 12,73

Uji secara fisik

Ø Bau tepung ikan pada pellet ikan sangat menyengat

Ø 5,26 % berjamur dan sisanya tidak berjamur dan berwarna coklat

Ø Rasanya asin

Ø Diameter pakan yang dibuat 0,5 cm sedangkan diameter pakan pabrik 0,4 cm

Ø Daya apung 12 detik hingga mencapai ke dasar wadah

Ø Tekstur kehalusan hingga hancur 12-15 menit

Pengujian secara biologi

* Pengujian saat di kolam percobaan berdasarkan ikan sample yang digunakan adalah ikan lele dumbo (Clarias Gareiepinus) ikan tersebut tidak mau makan tetapi pada wadah tempat asli ikan sangat menyukai pakan yang kami buat .

B. Pembahasan

`Dari praktikum yang kami laksanakan kemarin dapat kami paparkan bahwa pakan buatan yang kami hasilkan mempunyai tekstur yang cukup baik, hal ini dikarenakan bahan baku yang kami gunakan kami ayak terlebih dahulu sehingga menghasilkan bahan yang halus dan menghasilkan adonan yang homogen pada saat membuat adonan dan teksturnya lembut serta kompak sehingga pakan tersebut tidak mudah hancur dan tingkat kekerasannyapun tinggi.

Adapun bahan baku yang kami gunakan adalah tepung ikan sebanyak 315,78 gram, silase ikan 147,36 gram, tepung kedelai 263,15 gram, tepung jagung 63,15 gram, tepung terigu 63,15 gram, dedak halus 147 gram dan sisanya adalah premix dan air untuk menyatukannya dari total berat basahnya 1600 gram.Dalam penyatuan ini air yang kami berikan adalah air hangat, karena air hangat sangat cepat dalam penyatuan bahan – bahan baku untuk mencapai adonan yang homogen dan tidak cepat hancur dalam pencetakan.

Setelah dilakukannya pengeringan maka berat kering yang kami dapatkan ialah 950 gram, dan kadar air yang hilang sekitar 650 gram. Dalam pengeringan ini pelet yang kami buat masih mempunyai kadar air yang tinggi sekitar 12,78 % hal ini dikarenakan kurang optimalnya saat penjemuran, selain dikarenakan cuaca yang kurang baik, selain itu juga dikarenakan jarangnya pembalikan pelet pada saat penjemuran sehingga peletnya kurang kering dan sekitar 5,26% dari berat total pelet kami berjamur. Namun hal itu belum di katagorikan kalau pelet hasil praktikum kami mengalami kegagalan.

Dalam uji coba mutu pakan yang kami buat, semua jenis uji coba kami lakukan hanya saja untuk uji coba secara kimiawi kami hanya menghitung kadar airnya saja, hal ini dikarenakan waktu yang relatif singkat selain itu bahan dan alat uji secara kmiawi tidak tersedia setiap saat untuk malakukan analisis proksimat, dsb.

Setelah kami melakukan uji pakan secara fisika maka hasil yang kami dapatkan adalah untuk daya apung waktu yang dihasilkan adalah 12 detik hingga kedasar perairan, dalam pengujian daya apung ini, kita tidak dapat memastikan apakah pakan ini sudah baik mutunya, hal ini dikarenakan daya apung suatu pelet berhubungan erat dengan kebiasaan ikan untuk mencari makanannya.

Untuk tingkat kekerasan pelet biasa berhubungan dengan ketahanan pelet berada didalam air, menurut literatur yang kami baca, bahwa kekerasan pakan buatan itu tergantung dari bahan baku yang kita pilih, semakin halus bahan baku tersebut maka tingkat kekerasan bahan baku tersebut tingga. Dan daya tahannya didalam airpun akan lama, menurut Afrianto (2005), bahwa daya tahan pakan didalam air itu sekitar 10 – 24 jam. Namun hasil yang kami dapat bahwa daya tahan pelet kami hanya bertahan sekitar 12 – 15 menit. Hal ini dikarenakan pelet kami belum kering.

Dari perbandingan antara pelet buatan kami dengan pelet pabrik bahwa untuk warna pelet yang kami buat berwarna kecoklatan sedangakan pelet pabrik berwarna coklat kekuningan, hal ini dikarenakan pelet yang kami buat banyak mengandung tepung ikan dan silase ikan, untuk baunya pun pelet kami sangat beraroma ikan yang tajam dari pada pelet pabrik, rasa pelet buatan kami sedikit asin dari pelet pabrik.

Setelah melakukan uji organoleptik selanjutnya kami melakukan uji biologis dengan memberikan pakan ikan tersebut pada ikan lele, untuk mengetahui apakah ikan tersebut suka dengan pakan yang kami buat, ternyata setelah kami lakukan uji coba ini, pada bak pertama ( pindahan ikan lele dari kolam asalnya ) ternyata pakan yang kami berikan tidak mau dimakan oleh ikan lele, hal ini dikarenakan kemungkinan adanya tahap adaptasi terlebih dahulu karena adanya proses pemindahan, sehingga nafsu makan ikan menurun dan ikan tidak mau makan, sedangkan uji coba dikolam asal ikan lele, setelah pelet kami berikan ternyata sekitar 85 % ikan lele tersebut memakan pelet hasil olahan kami, walaupun sebelumnya tidak langsung diterima akan tetapi setelah selang berapa waktu kemudian, ternyata pelet kami pun dimakan.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ø Pakan buatan merupakan faktor utama yang diperhatikan dalam budidaya ikan secara intensif.

Ø Pakan buatan yang berkulitas bagi ikan adalah apabila pakan itu mudah dicerna, tidak mengandung racun, dan mengandung gizi yang tinggi.

Ø Dalam melakukan uji mutu pakan alami, ada beberapa evaluasi yatiu secara fisik, kimiawi, biologis dan organoleptik.

B. saran – saran

Ø Sesudah melakukan praktikum sebaiknya alat – alat yang digunakan harap dikembalikan pada teatnya.

Ø Adanya kekompakan dari setiap kelompok sehingga hasil yang didapat dapat semaksimal mungkin.

Ø Pada saat penjemuran pakan buatan sebainknya perlu diperhatikan dengan baik sehingga dapat mencegah tumbuhnya jamur, dan berat kering pelet yang dihasilkan pun bagus.